Apa
pengertian Farmakope?
Farmakope
adalah buku resmi yang ditetapkan hukum dan memuat standarisasi obat-obat
penting serta persyaratannya tentang identitas, kadar kemurnian, metode
analisis kuantitaif dan kualitatif, pemerian, dosis, khasiat obat, dll. Begitu
pula metode-metode analisa dan resep-resep sediaan farmasi atau bisa diartikan
pula buku standar obat yg dikeluarkan oleh badan resmi pemerintah yg
menguraikan bahan obat-obatan, bahan kimia dalam obat dan sifatnya, khasiat
obat dan dosis yg dilazimkan.
Siapa
yang mempelopori penulisan Farmakope?
Pada awalnya penulisan farmakope dipelopori oleh
seorang dokter Arab yaitu Sabur Ibnu Sahl (wafat 869 M).
Kapan
pertama kali Farmakope dikeluarkan?
Farmakope
Indonesia pertama kali dikeluarkan pada tahun 1962 (jilid I) dan disusul dengan
jilid II pada tahun 1965 yang memuat bahan-bahan galenik dan resep. Buku
farmakope Indonesia mempunyai fungsi untuk mempelajari :
1. Ketetapan
suatu bahan
2. Ketetapan
suatu kadar
3. Sifat
Kimia
4. Bahan
obat
5. Dosis
6. Sifat
Kimia
7. Ketetapan
Kelarutan
8. Pemerian
Macam-macam
Farmakope di Dunia :
1. Farmakope
Indonesia
2. United
State Pharmakope (U.S.P) milik Amerika
3. British
Pharmakope(B.P) Milik inggris
4. Netherland
Pharmakope milik Belanda
Pembagian
Farmakope Indonesia :
1. Farmakope
indonesia edisi I jilid 1 terbit tanggal 20 mei 1962
2. Farmakope
indonesia edisi I jilid 2 terbit tanggal 20 mei 1965
3. Formularium
Indonesia(FOI) terbit 20 mei 1966
4. Farmakope
indonesia edisi II terbit 1 April 1972
5. Ekstra
Farmakope indonesia terbit 1 april 1974
6. Formularium
Nasional terbit 12 Nopember 1978
7. Farmakope
indonesia III terbit 9 Oktober 1979
8. Farmakope
indonesia IV terbit Desember 1995
Bagaimana
penyusunan Farmakope Indonesia?
Pada
awalnya penyusunan Farmokope Indonesia diawali dengan keputusan kongres Ikatan
Apoteker Indonesia ( Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia) pada tahun 1958, yang
mengusulkan kepada Pemerintah untuk membentuk suatu panitia penyusun. Dan pada
akhirnya pada tahun 1959 dibentuklah Panitia Farmakope Indonesia dengan surat
Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 115772/U.P. dan mengalami perubahan dan
penambahan anggota kepanitiaan dan terbentuklah Surat Keputusan Mentri
Kesehatan RI No.3/Pd/61 tanggal 3 November 1961. Dengan susunan sebagai berikut
:
Ketua : Prof. soetarman, wakil ketua : Drs. E.
Looho, wakil ketua I: Drs. Sunarto Prawirosuianto, Sekretaris I : Drs.
Poernomosinggih, Sekretaris II : Drs. Marisi P. Sihombing.
Penyusunan
Farmakope Indonesia jilid 1 edisi 1 ini, para panitia menggunakan naskah
persiapan yang diusulkan oleh Ikatan Apoteker Indonesia yang terpacu pada
Pharmacopoea Internationalis Editio Prima Yang diterbitkan oleh WHO pada tahun
1953.
Dan
pada tahun1965 terbitlah Farmakope Indonesia jilid 2 edisi 1 sebagai pelengkap
dan termuat sediaan galenika dan sediaan farmasi lainnya yang belum tertera
dalam jilid 1. Farmakope ini kemudian diberlakukan tanggal 20 Mei 1965 dengan
Surat Keputusan Mentri kesehatan RI No. 16001/Kab/54 tanggal 10 April 1965. Dan
di Farmakope Indonesia jilid 2 ini telah terjadi perubahan struktur kepanitiaan
dengan surat Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 25943/ Kab/139
susunan sebagai berikut :
- Ketua : Drs. Sunarto Prawirosujanto
- Wakil ketua I : Drs. E. Looho
- Wakil Ketua II : Drs. R. Hartono
Wingjodisastro
- Sekretaris I : Drs. Poernomosinggih
- Sekretaris II : Marisi P. Sihombing
Dan
semakin berkembangnya jaman dan ilmu pengetahuan, dilakukanlah revisi Farmakope
Indonesia edisi 1 dengan Surat Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 72/Kab/B
VII/70 tanggal 21 Februari 1970.
Ekstra
farmakope Indonesia sebagai pelengkap Farmakope Indonesia Edisi II diterbitkan
pada 1974 dan diberlakukan pada tanggal 1 Agustus 1974, berdasarkan Surat
Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 5/I/Kab/B. VII/74 tanggal 1 juni 1974 untuk
memenuhi kebutuhan akan standar yang berisi persaratan mutu obat yang mencakup
Zat, Bahan obat, dan sediaan Farmasi yang tidak tercantum dalam Farmakope
Indonesia Edisi 2.
Dan
Berdasarkan Surat keputusan Mentri kesehatan RI
No.1858/II/SK/78 tanggal 21 september 1978 dibentuklah panitia untuk
menyusun Farmakope Indonesia edisi 3 untuk merevisi Farmakope sebelumnya.
Dan pada tahun 1990 dibentuklah Tim
Revisi Farmakope Indonesia Edisi 3 untuk mengkaji dasar-dasar Revisi Farmakope
Indonesi edisi 3 yang terdiri atas : Ketua : Drs. Selamet Soesilo, Wakil Ketua
: Prof. DR. charles J.P. Siregar,MSc, Dra. Anda Janingsih, MSc, Sekretaris :
Drs. Richard panjaitan.
Dan dibentuklah kembali Farmakope
Indonesia berdasarkan SK Menkes RI No. 695/Men.Kes/SK/VIII/1992 untuk
melanjutkan penyusunan farmakope Indonesia edisi 4.
Farmakope
Indonesia telah dikeluarkan pada tahun 1962 (jilid I) disusul dengan jilid II
(1965), yang mengandung bahan-bahan galenika dan resep. Kemudian Farmakope
Indonesia jilid I dan II telah direvisi menjadi Farmakope Indonesia Edisi II
yang mulai berlaku sejak 12 November 1972.Pada tahun 1979 terbit Farmakope
Indonesia Edisi III yang diberlakukan mulai tanggal 12 November tahun itu juga.
Kemudian, pada tahun 1996 diluncurkan FarmakopesIndonesiasEdisiskesIV.
Kemudian pada tanggal 27 Januari 2010
Kementerian Kesehatan telah menetapkan pemberlakuan Suplemen Pertama (I)
Farmakope Indonesia Edisi IV. Penetapan Pemberlakuan Suplemen Pertama (I)
Farmakope Indonesia Edisi IV ini berdasarkan KeputusansKementeriansKesehatansRepublik
IndonesiasNomor HK.03.01/MENKES/150/I/2010
tentangspemberlakuansSuplemensPertama (I)sFarmakopesIndonesiasEdisisIV.
Suplemen Pertama (I) Farmakope Indonesia Edisi IV ini merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Farmakope Edisi IV.
Kapan
farmakope berganti jilid
Sejarah
penyusunan Farmokope Indonesia telah dimulai sebelum berlakunya Undang-undang
Pokok Kesehatan, diawali dengan keputusan kongres Ikatan Apoteker Indonesia (
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia) pada tahun 1958, yang mengusulkan kepada
Pemerintah untuk membentuk suatu panitia penyusun. Pada tahun 1959 dibentuklah
Panitia Farmakope Indonesia dengan surat Keputusan Mentri Kesehatan RI No.
115772/U.P. tanggal 4 Juni 1959, kemudian diubah dan ditambah anggotanya,
terakhir dengan Surat Keputusan Mentri Kesehatan RI No.3/Pd/61 tanggal 3
November 1961. Dengan susunan sebagai berikut :
Ketua : Prof. soetarman, wakil ketua : Drs. E.
Looho, wakil ketua I: Drs. Sunarto Prawirosuianto, Sekretaris I : Drs.
Poernomosinggih, Sekretaris II : Drs. Marisi P. Sihombing.
Dalam penyusunan jilid I edisi I
tahun 1962 ini, Panitia Farmakope Indonesia menggunakan naskah persiapan yang
diusulkan oleh Ikatan Apoteker Indonesia dengan mengacu pada Pharmacopoea
Internationalis Editio Prima Yang diterbitkan oleh WHO pada tahun 1953. Dalam
melaksanakan tugas menyusun dan memelihara Farmakope ini, Panitia Farmakope
Indonesia telah mendapat bantuan yang sangat besar dari institute Teknologi
Bandung, khususnya Departemen ilmu kimia dan ilmu hayat.
Pada tahun 1965 diterbitkan
Farmakope Indonesia jilid II edisi I yang merupakan pelengkap bagi jilid I dan
memuat sediaan-sediaan galenika dan sediaan farmasi lainnya yang belum
dimasukkan dalam jilid I. Farmakope Indonesia Jilid II, edisi pertama ini oleh
Mentri Kesehatan yang diberlakukan pada tanggal 20 Mei 1965, tepat pada
peringatan hari Kebangkitan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Mentri
kesehatan RI No. 16001/Kab/54 tanggal 10 April 1965.
Dalam Farmakope Indonesia jilid
kedua ini, telah diadakan perubahan Panitia dengan surat Keputusan Mentri
Kesehatan RI No. 25943/ Kab/139 tanggal 3 mei 1962 dengan susunan sebagai
berikut :
- Ketua : Drs. Sunarto Prawirosujanto
- Wakil ketua I : Drs. E. Looho
- Wakil Ketua II : Drs. R. Hartono
Wingjodisastro
- Sekretaris I : Drs. Poernomosinggih
- Sekretaris II : Marisi P. Sihombing
Untuk menyesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan agar penerapan Farmakope Indonesia dapat
lebih diperluas, maka dilakukan revisi Farmakope Indonesia Edisi I oleh Panitia
dengan Surat Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 72/Kab/B VII/70 tanggal 21
Februari 1970.
Ekstra farmakope Indonesia sebagai
pelengkap Farmakope Indonesia Edisi II diterbitkan pada 1974 dan diberlakukan
pada tanggal 1 Agustus 1974, berdasarkan Surat Keputusan Mentri Kesehatan RI
No. 5/I/Kab/B. VII/74 tanggal 1 juni a974 untuk memenuhi kebutuhan akan standar
yang berisi persaratan mutu obat yang mencakup Zat, Bahan obat, dan sediaan Farmasi
yang tidak tercantum dalam Farmakope Indonesia Edisi II.
Berdasarkan Surat keputusan
Mentri Kesehatan RI No.8/ Kab/ B.VII/72
tanggal 8 januari 1972 dibentuk susunan panitia Ekstra Farmakope Indonesia
dengan susunan sebagai berikut: Ketua :Drs Sunarto Prawirosujanto, wakil Ketua
I : Drs. E Looho, Wakli Ketua II: Drs. Heman, Sekretaris I : Drs. R Bambang
Soetrisno
Berdasarkan Surat keputusan Mentri
kesehatan RI No.1858/II/SK/78 tanggal 21
september 1978 dibentuk panitia Farmakope Indonesia untuk menyusun Farmakope
Indonesia Edisi III sebagai revisi Farmakope Indonesi Edisi II dan diberlakukan
oleh mentri kesehatan.
Dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi secara pesat dalam selang waktu yang relative
panjang, yaitu tahun 1979 sampai dengan 1995, kebutuhan untuk merevisi
farmakope Indonesia edisi III tahun 1979 merupakan hal yang sangat mendesak.
Untuk mengantisipasi era globalisasi yang akan terjadi dalam dunia Farmasi,
Indonesia harus dapat menangkap peluang bersaing dipasaran bebas dunia dengan
menghasilkan produk-produk farmasi yang bermutu tinggi. Untuk itu Indonesia
perlu mengadakan harmonisasi standardisasi dalam bidang farmasi sesuai dengan
perkembangan dinegara maju.
Oleh karena itu pada tahun 1990
dibentuk suatu Tim Revisi Farmakope Indonesia Edisi III untuk mengkaji
dasar-dasr Revisi Farmakope Indonesi edisi III yang terdiri atas : Ketua : Drs.
Selamet Soesilo, Wakil Ketua : Prof. DR. charles J.P. Siregar,MSc, Dra. Anda
Janingsih, MSc, Sekretaris : Drs. Richard panjaitan.
Selanjutnya dibentuk kembali
Farmakope Indonesia berdasarkan SK Menkes RI No. 695/Men.Kes/SK/VIII/1992 untuk
melanjutkan penyusunan farmakope Indonesia edisi IV.
Untuk memeriksa Farmakope Indonesia
Edisi IV dewan redaksi Panitia Farmakope Indonesia Edisi IV sebagai BErikut :
- Penarah : Drs. WisnuKatim
- Ketua : Dra. Anda Janingsih, MSc
- Wakil Ketua : Drs. Richard Panjaitan
Dimana
farmakope dibuat?
Ialah
buku resmi suatu negara yang membuat monografi mengenal sifat-sifat kimia,
fisik, kemurnian, analisis, kualitatif dan kuantitatif obat dan bahan baku,
serta dosis maksimal sehari. Daftar yang dimuat dalam farmakopedari tiap-tiap
negara berbeda. Farmakope yang tertua ialah Farmakope Nuremberg yang
diterbitkan di Jerman pada tahun 1542.
A. Apa
pengertian bentuk sediaan obat?
Bentuk
sediaan adalah bentuk formulasi obat hingga
didapat suatu produk yang siap untuk diminum atau dipakai oleh penderita supaya
tercapai efek terapi yang diinginkan.
B. Macam-macam
Sediaan Obat dan Tujuan Penggunaannya
Dalam
penggunaannya, obat mempunyai berbagai macam bentuk. Semua bentuk obat
mempunyai karakteristik dan tujuan tersendiri. Ada zat yang tidak stabil jika
berada dalam sediaan tablet sehingga harus dalam bentuk kapsul atau ada pula
obat yang dimaksudkan larut dalam usus bukan dalam lambung. Semua
diformulasikan khusus demi tercapainya efek terapi yang diinginkan. Ketikapun
bagi kita yang berpraktek di apotek, maka perlu diperhatikan benar etiket obat
yanbg dibuat. Misalnya tablet dengan kaplet itu berbeda, atau tablet yang harus
dikunyah dulu (seperti obat maag golongan antasida), seharusnyalah etiket obat
memuat instruksi yang singkat namun benar dan jelas. Jangan sampai pasien
menjadi bingung dengan petunjuk etiket obat. Oleh karena itu penting sekali
bagi kita semua untuk mengetahui bentuk sediaan obat. Berikut adalah
macam-macam sediaan obat dan penjelasan nya :
1. Serbuk
Serbuk adalah campuran keirng bahan
obat atau zat kimia yang dihaluskan. Serbu dapat dibagi menjadi dua macam yaitu
:
a) Pulveres

Pulveres
merupakan sebuk terbagi yang biasa diberikan dalam suatu resep racikan.
Pulveres meupakan bentuk sediaan padat yang berbentuk serbuk, yang dikemas
dalam beberapa bungkus kertas perkamen, sesua dengan jumlah yang tertulis pada
resep. Kriteria sediaan pulveres adalah
Ø Aman
Ø Kering
Ø Homogen
Ø Halus
Ø Mudah
mengalir
b) Pulvis
Pulvis
merupakan serbuk tidak terbagi yang biasanya dimaksudkan untuk pemakaian luar
dengan cara ditaburkan. Kriteria dari serbuk tabur adalah :
Ø Aman
tidak iritatif, tidak alergenik, tidak
komedogenik, aknegenik
Ø Homogeny
Ø Kering
Ø Halus
(Harus dapat melewat ayakan dengan derajat kehalusan 100 mesh)
Ø Kering
(tidak lembab atau tidak basah)
Ø Melekat
pada kulit dengan baik
dalam dunia
kefarmasian, dikenal juga dengan serbuk yang bersifa thygroscopis ,
deliquescent, dan serbuk efflorescent. Serbuk
hygroscopis yaitu serbuk yang mampu menangkap uap air dilingkungan sehingga
serbuk akan menjadi basah jika tidak terlindungi dalam wadah tertutup baik. Serbuk deliquescent yaitu serbuk yang
bersifat seperti serbuk hygrscopis dengan kemampuan menyerp air yang sangat
tinggi sehigga sejumlah air yang ditangkap justru melarutkan serbuk tersebut. Serbuk efflorescent yaitu serbuk dari
senyawa yang memiliki air Kristal, yang pada kondisi kelembapan lingkungan yang
rendah justru dapat melepaskan air kristal dari strukturnya sehingga serbuk
menjadi basah .
2. Tablet
(compressi)
Merupakan sediaan padat kompak
dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua
permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau
tanpa bahan tambahan. Pembuatan tablet ini selain diperlukan bahan obat juga
diperlukan zat tambahan, yaitu :
Ø Zat
pengisi
Zat pengisi berfungsi untuk
memperbesar volume tablet.
Misalnya : saccharum Lactis, Amylum
Manihot, Calcii Phoshas, Calcii Carbonas dan zat
lain yang cocok.
Ø Zat
pengikat
Zat pengikat dimaksudkan
agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat.
Biasanya digunakan mucilage Gummi
Arabici 10-20 % (panas), Solution Methylcelloeum 5 %
Ø Zat
penghancur
Zat pengancur dimaksudkan
agar tablet dapat hancur dalam perut.
Biasanya digunakan : Amylum Manihot
kering, Gelatinum, Agar- agar, Natrium Alginat
Ø Zat
pelican
Zat pelcn dimaksudkan
agar tablet tidak lekat pada cetakan. Biasanya digunakan Talcum 5 %, Magnesii
Streras, Acidum Strearicum.
Macam-macam tablet,
yaitu :
a)
Tablet
kempa
Tablet
kempa adalah tablet yang paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk
serta penandaannya tergantung desain cetakan.
b)
Tablet
cetak
dibuat
dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab dalam lubang cetakan.
c)
Tablet
kompresi ganda
Adalah
tablet kompresi berlapis, dalam pembuatannya memerlukan lebih dari satu kali tekanan.
d)
Tablet
triturate
Adalah
tablet kompresi berlapis, dalam pembuatannya memerlukan lebih dari satu kali
tekanan.
e)
Tablet
hipodermik
Tablet
yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam air. Dulu
untuk membuat sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan secara oral.
Contoh: Atropin Sulfat
f)
Tablet
sublingual
Digunakan
dengan cara meletakkan tablet dibawah lidah sehingga zat aktif diserap secara
langsung melalui mukosa mulut untuk mendapatkan efek yang cepat.
g)
Tablet
bukal
Digunkan
dengan cara meletakkan tablet diantara pipi dan gusi, dengan tujuan memperoleh
efek yang cepat (tidak lewat hati).
h)
Tablet
effervescent
Dibuat
dengan cara dikempa. Mengandung campuran asam dan natrium bikarbonat, yang jika
dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbon dioksida. Tablet dilarutkan dalam
air sebelum pemberian. Harus disimpan dalam wadah tertutup rapat atau kemasan
tahan lembab, dan pada etiket tertera “TIDAK UNTUK LANGSUNG DITELAN”.
i)
Tablet
kunyah
Tablet
yamg cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa enak di rongga mulut,
mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit, atau tidak enak. biasa digunakan
untuk tablet anak atau pada beberapa multivitamin.
j)
Tablet
salut gula
Ini
merupakan tablet tablet kempa yang terdiri dari penyalut gula. Tujuan
penyalutan ini adalah untuk melindungi obat dari udara dan kelembapan serta
memberi rasa atau untuk menghindarkan gangguan dalam pemakaiannya akibat rasa
atau bau bahan obat.
k)
Tablet
salut selaput
Tablet
ini disalut dengan selaput yang tipis yang akan larut atau hancur di daerah lambung
usus. Tablet dengan penyaut berasal dari zat yang larut atau terdispersi dalam
air.
l)
Tablet
lepas-lambat
Dibuat
sedemikian sehingga zat aktif akan tersedia selama jangka waktu tertentu
setelah obat diberikan.
m) Tablet salut-enterik
Tablet
ini disalut dengan bahan penyalut enteric yang bertujuan untuk membuat obat
tidak rusak karena cairan lambung, tetapi hancur di usus.
Kelebihan dan Kekurangan Tablet :
a) Kelebihan
• Lebih mudah disimpan
• Memiliki usia pakai yang lebih panjang dibanding
obat bentuk lainnya
• Bentuk obatnya lebih praktis
• Konsentrasi yang bervariasi.
• Dapat dibuat tablet kunyah dengan bahan mentol dan
gliserin yang dapat larut dan rasa yang enak, dimana dapat diminum, atau
memisah dimulut.
• Untuk anak-anak dan orang-orang secara kejiwaan,
tidak mungkin menelan tablet, maka tablet tersebut dapat ditambahkan
penghancur, dan pembasah dengan air lebih dahulu untuk pengolahannya.
• Tablet oral mungkin mudah digunakan untuk
pengobatan tersendiri dengan bantuan segelas air.
• Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil
kemungkinan tertinggal ditenggorokan, terutama bila tersalut yang memungkinkan
pecah/hancurnya tablet tidak segera terjadi.
• Tablet merupakan bentuk sediaan yang ongkos
pembuatannya paling rendah.
• Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan
menawarkan kemampuan yang terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk
ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang paling lemah.
• Secara umum, bentuk pengobatan dangan menggunakan
tablet lebih disukai karena bersih, praktis dan efisien.
• Sifat alamiah dari tablet yaitu tidak dapat
dipisahkan, kualitas bagus dan dapat dibawa kemana-mana, bentuknya kompak,
fleksibel dan mudah pemberiannya.
• Tablet tidak mengandung alcohol
• Tablet dapat dibuat dalam berbagai dosis.
b) Kekurangan
:
• Warnanya cenderung memberikan bahaya.
• Tablet dan semua obat harus disimpan diluar
jangkauan anak-anak untuk menjaga kesalahan karena menurut mereka tablet
tersebut adalah permen.
• Orang yang sukar menelan atau meminum obat.
• Keinginan konsumen beda dengan yang kita
buat/produk.
• Beberapa obat tidak dapat dikepek menjadi padat
dan kompak
3. Kapsul
Merupakan sediaan padat yang
terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut.
Keuntungan/tujuan sediaan kapsul yaitu:
Ø Menutupi
bau dan rasa yang tidak enak
Ø Menghindari
kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
Ø Lebih
enak dipandang
Ø Dapat
untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis), dengan
pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil kemudian
dimasukkan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar.
Ø Mudah
ditelan.
4. Pil
(pillulae)
Merupakan bentuk sediaan padat
bundar dan kecil mengandung bahan obat dan dimaksudkan untuk pemakaian oral.
Sediaan padat bulat dengan massa <100 mg dikenal dengan istilah granul,
sedangkan sediaan padt bulat dengan massa lebih dari 500 mg disebut dengan
boli.
5. Unguenta
(Salep)
Merupakan sediaan setengah padat
ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Dapat juga
dikatakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai
obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep
yang cocok. Berdasarkan pembawanya, salep dapat dikelompokkan menjadi 4
kelompok, yaitu :
a) Dasar
salep hidrokarbon
b) Dasar
salep serap
c) Dasar
salep yang dapat dicuci dengan air
d) Dasar
salep larut dalam air
6. Emulsi
Merupakan sediaan berupa campuran
dari dua fase cairan dalam sistem dispersi, fase cairan yang satu terdispersi
sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat
pengemulsi.
7. Ekstrak
Sediaan pekat yang di peroleh
dengan mengekstraksi zat aktif dari simpliisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai kemudian semua atau hamper semua pelarut di
uapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian rupa sehingga
memenuhi syarat yang ditetapkan.
8. Guttae
atau obat tetes
Merupakan sediaan cairan berupa
larutan, emulsi, atau suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar,
digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan
setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku yang disebutkan Farmacope
Indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain: Guttae (obat dalam),
Guttae Oris (tets mulut), Guttae Auriculares (tetes telinga), Guttae Nasales
(tetes hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes mata).
9. Imunoserum
Merupakan sediaan yang mengandung
Imunoglobin khas yang diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian. Berkhasiat
menetralkan toksin kuman (bisa ular) dan mengikat kuman/virus/antigen.
10.
Implant
Sedian dengan massa padat berukuran
kecil, berisi obat dengan kemurnian tinggi (dengan atau tanpa eksipien), dibuat
dengan cara pengempaan atau pencetakan. Implant atau pellet dimaksudkan untuk
ditanam didalam tubuh untuk memperoleh pelepasan obat secara berkesinambungan
dalam jangka waktu lama.
11.
Infus
Sediaan cair yang dibuat dengan
mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit.
12.
Inhalasi
Sediaan obat atau larutan atau
suspensi terdiri dari satu atau lebih bahan obat yang diberikan melalui saluran
nafas hidung atau mulut untuk memperoleh efek local atau sistemik.
13.
Irigasi
Irigasi adalah larutan steril yang
digunakan untuk mencuci atau
membersihkan luka terbuka atau rongga-rongga tubuh. Pemakaian nya secara
topical dan tidak boleh digunakan secara parenteral.
14.
Kaplet
bentuk tablet yang dibungkus dengan
lapisan gula dan biasanya diberi zat warna yang menarik.
Kelebihan :
a. Bentuk
tablet lebih menarik
b. Kaplet
mungkin mudah digunakan untuk pengobatan tersendiri dengan bantuan segelas air.
Kekurangan :
a. Kaplet
dan semua obat harus disimpan diluar jangkauan anak-anak untuk menjaga
kesalahan karena menurut mereka kaplet tersebut adalah permen.
b. Orang
yang sukar menelan atau meminum obat.
15.
Sediaan obat mata
Sediaan obat mata
terbagi kedalam dua bentuk sediaan :
a) Salep
mata, adalah salep steril yang digunakan pada mata.
b) Larutan
obat mata, adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang
dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata.
16.
Plester
Bahan yang digunakan untuk
pemakaian luar terbuat dari bahan yang dapat melekat pada kulit dan menempel
pada pembalut.
17.
Larutan
Sediaan cair yang mengandung satu
atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang
karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan
dalam golongan produk lainnya (Ansel). Dapat juga dikatakan sediaan cair yang
mengandung satu atau lebih zat kimia yang larut, misalnya terdispersi secara
molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling
bercampur. Cara penggunaannya yaitu larutan oral (diminum) dan larutan topikal
(kulit). Sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut terbagi
atas :
1. Larutan oral
Sediaan cair yang dimasukan untuk
pemberian oral.
2. Larutan topikal
Sediaan cair yang dimasukan untuk
penggunaan topical paad atau mukosa.
3. Larutan Otik
Sediaan cair yang dimasukan untuk
penggunaan dalam telinga.
4. Larutan Optalmik
Sediaan cair yang digunakan pada
mata.
5. Spirit
Larutan etanol atau hidroalkohol
dari zat yang mudah menguap.
6. Tinktur
Larutan mengandung etanol atau
hidro alcohol di buat dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia.
18.
Suppositoria
Suppositoria adalah sediaan padat
dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau
uretra. Umumnya meleleh atau melunak pada suhu tubuh.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
•http://apoteksejati24.blogspot.co.id/2010/11/pengenalan-bentuk-bentuk-sediaan.html
•http://azizamahtupaniz.blogspot.co.id/2013/11/farmakepo-farmakope.html
·
http://catatanhenysaf.blogspot.co.id/2012/05/pengertian-dan-sejarah-farmakope.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar