Jumat, 07 Oktober 2016


Apa pengertian Farmakope?
Farmakope adalah buku resmi yang ditetapkan hukum dan memuat standarisasi obat-obat penting serta persyaratannya tentang identitas, kadar kemurnian, metode analisis kuantitaif dan kualitatif, pemerian, dosis, khasiat obat, dll. Begitu pula metode-metode analisa dan resep-resep sediaan farmasi atau bisa diartikan pula buku standar obat yg dikeluarkan oleh badan resmi pemerintah yg menguraikan bahan obat-obatan, bahan kimia dalam obat dan sifatnya, khasiat obat dan dosis yg dilazimkan.
Siapa yang mempelopori penulisan Farmakope?
Pada awalnya penulisan farmakope dipelopori oleh seorang dokter Arab yaitu Sabur Ibnu Sahl (wafat 869 M).
Kapan pertama kali Farmakope dikeluarkan?
 Farmakope Indonesia pertama kali dikeluarkan pada tahun 1962 (jilid I) dan disusul dengan jilid II pada tahun 1965 yang memuat bahan-bahan galenik dan resep. Buku farmakope Indonesia mempunyai fungsi untuk mempelajari :
1.     Ketetapan suatu bahan
2.     Ketetapan suatu kadar
3.     Sifat Kimia
4.     Bahan obat
5.     Dosis
6.     Sifat Kimia
7.     Ketetapan Kelarutan
8.     Pemerian 

Macam-macam Farmakope di Dunia :
1.     Farmakope Indonesia
2.     United State Pharmakope (U.S.P) milik Amerika
3.     British Pharmakope(B.P) Milik inggris
4.     Netherland Pharmakope milik Belanda

Pembagian Farmakope Indonesia :
1.     Farmakope indonesia edisi I jilid 1 terbit tanggal 20 mei 1962
2.     Farmakope indonesia edisi I jilid 2 terbit tanggal 20 mei 1965
3.     Formularium Indonesia(FOI) terbit 20 mei 1966
4.     Farmakope indonesia edisi II terbit 1 April 1972
5.     Ekstra Farmakope indonesia terbit 1 april 1974
6.     Formularium Nasional terbit 12 Nopember 1978
7.     Farmakope indonesia III terbit 9 Oktober 1979
8.     Farmakope indonesia IV terbit Desember 1995

Bagaimana penyusunan Farmakope Indonesia?

          Pada awalnya penyusunan Farmokope Indonesia diawali dengan keputusan kongres Ikatan Apoteker Indonesia ( Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia) pada tahun 1958, yang mengusulkan kepada Pemerintah untuk membentuk suatu panitia penyusun. Dan pada akhirnya pada tahun 1959 dibentuklah Panitia Farmakope Indonesia dengan surat Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 115772/U.P. dan mengalami perubahan dan penambahan anggota kepanitiaan dan terbentuklah Surat Keputusan Mentri Kesehatan RI No.3/Pd/61 tanggal 3 November 1961. Dengan susunan sebagai berikut :
Ketua  : Prof. soetarman, wakil ketua : Drs. E. Looho, wakil ketua I: Drs. Sunarto Prawirosuianto, Sekretaris I : Drs. Poernomosinggih, Sekretaris II : Drs. Marisi P. Sihombing.
Penyusunan Farmakope Indonesia jilid 1 edisi 1 ini, para panitia menggunakan naskah persiapan yang diusulkan oleh Ikatan Apoteker Indonesia yang terpacu pada Pharmacopoea Internationalis Editio Prima Yang diterbitkan oleh WHO pada tahun 1953.
Dan pada tahun1965 terbitlah Farmakope Indonesia jilid 2 edisi 1 sebagai pelengkap dan termuat sediaan galenika dan sediaan farmasi lainnya yang belum tertera dalam jilid 1. Farmakope ini kemudian diberlakukan tanggal 20 Mei 1965 dengan Surat Keputusan Mentri kesehatan RI No. 16001/Kab/54 tanggal 10 April 1965. Dan di Farmakope Indonesia jilid 2 ini telah terjadi perubahan struktur kepanitiaan dengan surat Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 25943/ Kab/139
susunan sebagai berikut :
-          Ketua : Drs. Sunarto Prawirosujanto
-          Wakil ketua I : Drs. E. Looho
-          Wakil Ketua II : Drs. R. Hartono Wingjodisastro
-          Sekretaris I : Drs. Poernomosinggih
-          Sekretaris II : Marisi P. Sihombing

Dan semakin berkembangnya jaman dan ilmu pengetahuan, dilakukanlah revisi Farmakope Indonesia edisi 1 dengan Surat Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 72/Kab/B VII/70 tanggal 21 Februari 1970.
Ekstra farmakope Indonesia sebagai pelengkap Farmakope Indonesia Edisi II diterbitkan pada 1974 dan diberlakukan pada tanggal 1 Agustus 1974, berdasarkan Surat Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 5/I/Kab/B. VII/74 tanggal 1 juni 1974 untuk memenuhi kebutuhan akan standar yang berisi persaratan mutu obat yang mencakup Zat, Bahan obat, dan sediaan Farmasi yang tidak tercantum dalam Farmakope Indonesia Edisi 2.
Dan Berdasarkan Surat keputusan Mentri kesehatan RI  No.1858/II/SK/78 tanggal 21 september 1978 dibentuklah panitia untuk menyusun Farmakope Indonesia edisi 3 untuk merevisi Farmakope sebelumnya.
Dan pada tahun 1990 dibentuklah Tim Revisi Farmakope Indonesia Edisi 3 untuk mengkaji dasar-dasar Revisi Farmakope Indonesi edisi 3 yang terdiri atas : Ketua : Drs. Selamet Soesilo, Wakil Ketua : Prof. DR. charles J.P. Siregar,MSc, Dra. Anda Janingsih, MSc, Sekretaris : Drs. Richard panjaitan.
Dan dibentuklah kembali Farmakope Indonesia berdasarkan SK Menkes RI No. 695/Men.Kes/SK/VIII/1992 untuk melanjutkan penyusunan farmakope Indonesia edisi 4.

Farmakope Indonesia telah dikeluarkan pada tahun 1962 (jilid I) disusul dengan jilid II (1965), yang mengandung bahan-bahan galenika dan resep. Kemudian Farmakope Indonesia jilid I dan II telah direvisi menjadi Farmakope Indonesia Edisi II yang mulai berlaku sejak 12 November 1972.Pada tahun 1979 terbit Farmakope Indonesia Edisi III yang diberlakukan mulai tanggal 12 November tahun itu juga. Kemudian, pada tahun 1996 diluncurkan FarmakopesIndonesiasEdisiskesIV.
 Kemudian pada tanggal 27 Januari 2010 Kementerian Kesehatan telah menetapkan pemberlakuan Suplemen Pertama (I) Farmakope Indonesia Edisi IV. Penetapan Pemberlakuan Suplemen Pertama (I) Farmakope Indonesia Edisi IV ini berdasarkan KeputusansKementeriansKesehatansRepublik IndonesiasNomor HK.03.01/MENKES/150/I/2010 tentangspemberlakuansSuplemensPertama (I)sFarmakopesIndonesiasEdisisIV. Suplemen Pertama (I) Farmakope Indonesia Edisi IV ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Farmakope Edisi IV.

Kapan farmakope berganti jilid
Sejarah penyusunan Farmokope Indonesia telah dimulai sebelum berlakunya Undang-undang Pokok Kesehatan, diawali dengan keputusan kongres Ikatan Apoteker Indonesia ( Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia) pada tahun 1958, yang mengusulkan kepada Pemerintah untuk membentuk suatu panitia penyusun. Pada tahun 1959 dibentuklah Panitia Farmakope Indonesia dengan surat Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 115772/U.P. tanggal 4 Juni 1959, kemudian diubah dan ditambah anggotanya, terakhir dengan Surat Keputusan Mentri Kesehatan RI No.3/Pd/61 tanggal 3 November 1961. Dengan susunan sebagai berikut :
Ketua  : Prof. soetarman, wakil ketua : Drs. E. Looho, wakil ketua I: Drs. Sunarto Prawirosuianto, Sekretaris I : Drs. Poernomosinggih, Sekretaris II : Drs. Marisi P. Sihombing.
            Dalam penyusunan jilid I edisi I tahun 1962 ini, Panitia Farmakope Indonesia menggunakan naskah persiapan yang diusulkan oleh Ikatan Apoteker Indonesia dengan mengacu pada Pharmacopoea Internationalis Editio Prima Yang diterbitkan oleh WHO pada tahun 1953. Dalam melaksanakan tugas menyusun dan memelihara Farmakope ini, Panitia Farmakope Indonesia telah mendapat bantuan yang sangat besar dari institute Teknologi Bandung, khususnya Departemen ilmu kimia dan ilmu hayat.
            Pada tahun 1965 diterbitkan Farmakope Indonesia jilid II edisi I yang merupakan pelengkap bagi jilid I dan memuat sediaan-sediaan galenika dan sediaan farmasi lainnya yang belum dimasukkan dalam jilid I. Farmakope Indonesia Jilid II, edisi pertama ini oleh Mentri Kesehatan yang diberlakukan pada tanggal 20 Mei 1965, tepat pada peringatan hari Kebangkitan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Mentri kesehatan RI No. 16001/Kab/54 tanggal 10 April 1965.
            Dalam Farmakope Indonesia jilid kedua ini, telah diadakan perubahan Panitia dengan surat Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 25943/ Kab/139 tanggal 3 mei 1962 dengan susunan sebagai berikut :
-          Ketua : Drs. Sunarto Prawirosujanto
-          Wakil ketua I : Drs. E. Looho
-          Wakil Ketua II : Drs. R. Hartono Wingjodisastro
-          Sekretaris I : Drs. Poernomosinggih
-          Sekretaris II : Marisi P. Sihombing
Untuk menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan agar penerapan Farmakope Indonesia dapat lebih diperluas, maka dilakukan revisi Farmakope Indonesia Edisi I oleh Panitia dengan Surat Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 72/Kab/B VII/70 tanggal 21 Februari 1970.
Ekstra farmakope Indonesia sebagai pelengkap Farmakope Indonesia Edisi II diterbitkan pada 1974 dan diberlakukan pada tanggal 1 Agustus 1974, berdasarkan Surat Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 5/I/Kab/B. VII/74 tanggal 1 juni a974 untuk memenuhi kebutuhan akan standar yang berisi persaratan mutu obat yang mencakup Zat, Bahan obat, dan sediaan Farmasi yang tidak tercantum dalam Farmakope Indonesia Edisi II.
Berdasarkan Surat keputusan Mentri  Kesehatan RI No.8/ Kab/ B.VII/72 tanggal 8 januari 1972 dibentuk susunan panitia Ekstra Farmakope Indonesia dengan susunan sebagai berikut: Ketua :Drs Sunarto Prawirosujanto, wakil Ketua I : Drs. E Looho, Wakli Ketua II: Drs. Heman, Sekretaris I : Drs. R Bambang Soetrisno
Berdasarkan Surat keputusan Mentri kesehatan RI  No.1858/II/SK/78 tanggal 21 september 1978 dibentuk panitia Farmakope Indonesia untuk menyusun Farmakope Indonesia Edisi III sebagai revisi Farmakope Indonesi Edisi II dan diberlakukan oleh mentri kesehatan.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi secara pesat dalam selang waktu yang relative panjang, yaitu tahun 1979 sampai dengan 1995, kebutuhan untuk merevisi farmakope Indonesia edisi III tahun 1979 merupakan hal yang sangat mendesak. Untuk mengantisipasi era globalisasi yang akan terjadi dalam dunia Farmasi, Indonesia harus dapat menangkap peluang bersaing dipasaran bebas dunia dengan menghasilkan produk-produk farmasi yang bermutu tinggi. Untuk itu Indonesia perlu mengadakan harmonisasi standardisasi dalam bidang farmasi sesuai dengan perkembangan dinegara maju.
Oleh karena itu pada tahun 1990 dibentuk suatu Tim Revisi Farmakope Indonesia Edisi III untuk mengkaji dasar-dasr Revisi Farmakope Indonesi edisi III yang terdiri atas : Ketua : Drs. Selamet Soesilo, Wakil Ketua : Prof. DR. charles J.P. Siregar,MSc, Dra. Anda Janingsih, MSc, Sekretaris : Drs. Richard panjaitan.
Selanjutnya dibentuk kembali Farmakope Indonesia berdasarkan SK Menkes RI No. 695/Men.Kes/SK/VIII/1992 untuk melanjutkan penyusunan farmakope Indonesia edisi IV.
Untuk memeriksa Farmakope Indonesia Edisi IV dewan redaksi Panitia Farmakope Indonesia Edisi IV sebagai BErikut :
-          Penarah : Drs. WisnuKatim
-          Ketua : Dra. Anda Janingsih, MSc
-          Wakil Ketua : Drs. Richard Panjaitan

Dimana farmakope dibuat?
          Ialah buku resmi suatu negara yang membuat monografi mengenal sifat-sifat kimia, fisik, kemurnian, analisis, kualitatif dan kuantitatif obat dan bahan baku, serta dosis maksimal sehari. Daftar yang dimuat dalam farmakopedari tiap-tiap negara berbeda. Farmakope yang tertua ialah Farmakope Nuremberg yang diterbitkan di Jerman pada tahun 1542.
    A.   Apa pengertian bentuk sediaan obat?
Bentuk sediaan adalah bentuk formulasi obat hingga didapat suatu produk yang siap untuk diminum atau dipakai oleh penderita supaya tercapai efek terapi yang diinginkan.
 
    B.    Macam-macam Sediaan Obat dan Tujuan Penggunaannya
 Dalam penggunaannya, obat mempunyai berbagai macam bentuk. Semua bentuk obat mempunyai karakteristik dan tujuan tersendiri. Ada zat yang tidak stabil jika berada dalam sediaan tablet sehingga harus dalam bentuk kapsul atau ada pula obat yang dimaksudkan larut dalam usus bukan dalam lambung. Semua diformulasikan khusus demi tercapainya efek terapi yang diinginkan. Ketikapun bagi kita yang berpraktek di apotek, maka perlu diperhatikan benar etiket obat yanbg dibuat. Misalnya tablet dengan kaplet itu berbeda, atau tablet yang harus dikunyah dulu (seperti obat maag golongan antasida), seharusnyalah etiket obat memuat instruksi yang singkat namun benar dan jelas. Jangan sampai pasien menjadi bingung dengan petunjuk etiket obat. Oleh karena itu penting sekali bagi kita semua untuk mengetahui bentuk sediaan obat. Berikut adalah macam-macam sediaan obat dan penjelasan nya :
1.     Serbuk
Hasil gambar untuk pulvis
Serbuk adalah campuran keirng bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan. Serbu dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
a)     Pulveres
Hasil gambar untuk pulvis
Pulveres merupakan sebuk terbagi yang biasa diberikan dalam suatu resep racikan. Pulveres meupakan bentuk sediaan padat yang berbentuk serbuk, yang dikemas dalam beberapa bungkus kertas perkamen, sesua dengan jumlah yang tertulis pada resep. Kriteria sediaan pulveres adalah
Ø Aman
Ø Kering
Ø Homogen
Ø Halus
Ø Mudah mengalir
b)    Pulvis
Hasil gambar untuk pulvis
Pulvis merupakan serbuk tidak terbagi yang biasanya dimaksudkan untuk pemakaian luar dengan cara ditaburkan. Kriteria dari serbuk tabur adalah :
Ø Aman tidak iritatif, tidak alergenik,  tidak komedogenik, aknegenik
Ø Homogeny
Ø Kering
Ø Halus (Harus dapat melewat ayakan dengan derajat kehalusan 100 mesh)
Ø Kering (tidak lembab atau tidak basah)
Ø Melekat pada kulit dengan baik
dalam dunia kefarmasian, dikenal juga dengan serbuk yang bersifa thygroscopis , deliquescent, dan serbuk efflorescent. Serbuk hygroscopis yaitu serbuk yang mampu menangkap uap air dilingkungan sehingga serbuk akan menjadi basah jika tidak terlindungi dalam wadah tertutup baik. Serbuk deliquescent yaitu serbuk yang bersifat seperti serbuk hygrscopis dengan kemampuan menyerp air yang sangat tinggi sehigga sejumlah air yang ditangkap justru melarutkan serbuk tersebut. Serbuk efflorescent yaitu serbuk dari senyawa yang memiliki air Kristal, yang pada kondisi kelembapan lingkungan yang rendah justru dapat melepaskan air kristal dari strukturnya sehingga serbuk menjadi basah .

2.     Tablet (compressi)
 Hasil gambar untuk Tablet (compressi)
Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan. Pembuatan tablet ini selain diperlukan bahan obat juga diperlukan zat tambahan, yaitu :
Ø Zat pengisi
Zat pengisi berfungsi untuk memperbesar volume tablet.
Misalnya : saccharum Lactis, Amylum Manihot, Calcii Phoshas, Calcii Carbonas dan zat
lain yang cocok.
Ø Zat pengikat
Zat pengikat dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat.
Biasanya digunakan mucilage Gummi Arabici 10-20 % (panas), Solution Methylcelloeum 5 %
Ø Zat penghancur
Zat pengancur dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam perut.
Biasanya digunakan : Amylum Manihot kering, Gelatinum, Agar- agar, Natrium Alginat
Ø Zat pelican
Zat pelcn dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan. Biasanya digunakan Talcum 5 %, Magnesii Streras, Acidum Strearicum.
Macam-macam tablet, yaitu :
a)    Tablet kempa
Tablet kempa adalah tablet yang paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk serta penandaannya tergantung desain cetakan.
b)    Tablet cetak
dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab dalam lubang cetakan.
c)     Tablet kompresi ganda
Adalah tablet kompresi berlapis, dalam pembuatannya memerlukan lebih dari satu kali tekanan.
d)    Tablet triturate
Adalah tablet kompresi berlapis, dalam pembuatannya memerlukan lebih dari satu kali tekanan.
e)     Tablet hipodermik
Tablet yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam air. Dulu untuk membuat sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan secara oral. Contoh: Atropin Sulfat
f)      Tablet sublingual
Digunakan dengan cara meletakkan tablet dibawah lidah sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut untuk mendapatkan efek yang cepat.
g)    Tablet bukal
Digunkan dengan cara meletakkan tablet diantara pipi dan gusi, dengan tujuan memperoleh efek yang cepat (tidak lewat hati).
h)    Tablet effervescent
Dibuat dengan cara dikempa. Mengandung campuran asam dan natrium bikarbonat, yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbon dioksida. Tablet dilarutkan dalam air sebelum pemberian. Harus disimpan dalam wadah tertutup rapat atau kemasan tahan lembab, dan pada etiket tertera “TIDAK UNTUK LANGSUNG DITELAN”.
i)       Tablet kunyah
Tablet yamg cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa enak di rongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit, atau tidak enak. biasa digunakan untuk tablet anak atau pada beberapa multivitamin.
j)      Tablet salut gula
Ini merupakan tablet tablet kempa yang terdiri dari penyalut gula. Tujuan penyalutan ini adalah untuk melindungi obat dari udara dan kelembapan serta memberi rasa atau untuk menghindarkan gangguan dalam pemakaiannya akibat rasa atau bau bahan obat.
k)    Tablet salut selaput
Tablet ini disalut dengan selaput yang tipis yang akan larut atau hancur di daerah lambung usus. Tablet dengan penyaut berasal dari zat yang larut atau terdispersi dalam air.
l)       Tablet lepas-lambat
Dibuat sedemikian sehingga zat aktif akan tersedia selama jangka waktu tertentu setelah obat diberikan.
m) Tablet salut-enterik
Tablet ini disalut dengan bahan penyalut enteric yang bertujuan untuk membuat obat tidak rusak karena cairan lambung, tetapi hancur di usus.
Kelebihan dan Kekurangan Tablet :
a)     Kelebihan
• Lebih mudah disimpan
• Memiliki usia pakai yang lebih panjang dibanding obat bentuk lainnya
• Bentuk obatnya lebih praktis
• Konsentrasi yang bervariasi.
• Dapat dibuat tablet kunyah dengan bahan mentol dan gliserin yang dapat larut dan rasa yang enak, dimana dapat diminum, atau memisah dimulut.
• Untuk anak-anak dan orang-orang secara kejiwaan, tidak mungkin menelan tablet, maka tablet tersebut dapat ditambahkan penghancur, dan pembasah dengan air lebih dahulu untuk pengolahannya.
• Tablet oral mungkin mudah digunakan untuk pengobatan tersendiri dengan bantuan segelas air.
• Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal ditenggorokan, terutama bila tersalut yang memungkinkan pecah/hancurnya tablet tidak segera terjadi.
• Tablet merupakan bentuk sediaan yang ongkos pembuatannya paling rendah.
• Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan yang terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang paling lemah.
• Secara umum, bentuk pengobatan dangan menggunakan tablet lebih disukai karena bersih, praktis dan efisien.
• Sifat alamiah dari tablet yaitu tidak dapat dipisahkan, kualitas bagus dan dapat dibawa kemana-mana, bentuknya kompak, fleksibel dan mudah pemberiannya.
• Tablet tidak mengandung alcohol
• Tablet dapat dibuat dalam berbagai dosis.

b)    Kekurangan :
• Warnanya cenderung memberikan bahaya.
• Tablet dan semua obat harus disimpan diluar jangkauan anak-anak untuk menjaga kesalahan karena menurut mereka tablet tersebut adalah permen.
• Orang yang sukar menelan atau meminum obat.
• Keinginan konsumen beda dengan yang kita buat/produk.
• Beberapa obat tidak dapat dikepek menjadi padat dan kompak

3.     Kapsul
Hasil gambar untuk kapsul
Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Keuntungan/tujuan sediaan kapsul yaitu:
Ø Menutupi bau dan rasa yang tidak enak
Ø Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
Ø Lebih enak dipandang
Ø Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis), dengan pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil kemudian dimasukkan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar.
Ø Mudah ditelan.

4.     Pil (pillulae)
Hasil gambar untuk pil kb
Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahan obat dan dimaksudkan untuk pemakaian oral. Sediaan padat bulat dengan massa <100 mg dikenal dengan istilah granul, sedangkan sediaan padt bulat dengan massa lebih dari 500 mg disebut dengan boli.

5.     Unguenta (Salep)
Hasil gambar untuk obat salep
Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Dapat juga dikatakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok. Berdasarkan pembawanya, salep dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu :
a)     Dasar salep hidrokarbon
b)    Dasar salep serap
c)     Dasar salep yang dapat dicuci dengan air
d)    Dasar salep larut dalam air

6.     Emulsi
Hasil gambar untuk emulsi
Merupakan sediaan berupa campuran dari dua fase cairan dalam sistem dispersi, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi.

7.     Ekstrak
Hasil gambar untuk ekstrak
Sediaan pekat yang di peroleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simpliisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai kemudian semua atau hamper semua pelarut di uapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian rupa sehingga memenuhi syarat yang ditetapkan.

8.     Guttae atau obat tetes
Hasil gambar untuk guttae obat tetes
Merupakan sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku yang disebutkan Farmacope Indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain: Guttae (obat dalam), Guttae Oris (tets mulut), Guttae Auriculares (tetes telinga), Guttae Nasales (tetes hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes mata).

9.     Imunoserum
Merupakan sediaan yang mengandung Imunoglobin khas yang diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian. Berkhasiat menetralkan toksin kuman (bisa ular) dan mengikat kuman/virus/antigen.

10.             Implant
Hasil gambar untuk kb implant
Sedian dengan massa padat berukuran kecil, berisi obat dengan kemurnian tinggi (dengan atau tanpa eksipien), dibuat dengan cara pengempaan atau pencetakan. Implant atau pellet dimaksudkan untuk ditanam didalam tubuh untuk memperoleh pelepasan obat secara berkesinambungan dalam jangka waktu lama.

11.             Infus
Hasil gambar untuk infus
Sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit.

12.             Inhalasi
Hasil gambar untuk inhalasi
Sediaan obat atau larutan atau suspensi terdiri dari satu atau lebih bahan obat yang diberikan melalui saluran nafas hidung atau mulut untuk memperoleh efek local atau sistemik.

13.             Irigasi
Irigasi adalah larutan steril yang digunakan  untuk mencuci atau membersihkan luka terbuka atau rongga-rongga tubuh. Pemakaian nya secara topical dan tidak boleh digunakan secara parenteral.

14.             Kaplet
Hasil gambar untuk kaplet
bentuk tablet yang dibungkus dengan lapisan gula dan biasanya diberi zat warna yang menarik.
Kelebihan :
a.       Bentuk tablet lebih menarik
b.       Kaplet mungkin mudah digunakan untuk pengobatan tersendiri dengan bantuan segelas air.
Kekurangan :
a.       Kaplet dan semua obat harus disimpan diluar jangkauan anak-anak untuk menjaga kesalahan karena menurut mereka kaplet tersebut adalah permen.
b.       Orang yang sukar menelan atau meminum obat.

15.             Sediaan obat mata
Hasil gambar untuk sediaan obat mata
Sediaan obat mata terbagi kedalam dua bentuk sediaan :
a)     Salep mata, adalah salep steril yang digunakan pada mata.
b)    Larutan obat mata, adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata.

16.             Plester
Hasil gambar untuk plester
Bahan yang digunakan untuk pemakaian luar terbuat dari bahan yang dapat melekat pada kulit dan menempel pada pembalut.

17.             Larutan
Sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan dalam golongan produk lainnya (Ansel). Dapat juga dikatakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang larut, misalnya terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Cara penggunaannya yaitu larutan oral (diminum) dan larutan topikal (kulit). Sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut terbagi atas :
1. Larutan oral
Sediaan cair yang dimasukan untuk pemberian oral.
2. Larutan topikal
Sediaan cair yang dimasukan untuk penggunaan topical paad atau mukosa.
3. Larutan Otik
Sediaan cair yang dimasukan untuk penggunaan dalam telinga.
4. Larutan Optalmik
Sediaan cair yang digunakan pada mata.

5. Spirit
Larutan etanol atau hidroalkohol dari zat yang mudah menguap.
6. Tinktur
Larutan mengandung etanol atau hidro alcohol di buat dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia.

18.             Suppositoria   
Hasil gambar untuk suppositoria
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh atau melunak pada suhu tubuh.
 .

.
 .
 .
 .
 .
  .
  .
  .
  .
  .
  .


  •http://apoteksejati24.blogspot.co.id/2010/11/pengenalan-bentuk-bentuk-sediaan.html
 •http://azizamahtupaniz.blogspot.co.id/2013/11/farmakepo-farmakope.html

·        http://catatanhenysaf.blogspot.co.id/2012/05/pengertian-dan-sejarah-farmakope.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar